Bab Tentang Hadits Marfu'
Definisinya:
. مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَوَاءً كَانَ قَوْلاً أَوْ فِعْلاً أَوْ تَقْرِيْرًا أَوْ صِفَةً
Hadits Marfu' adalah apa yang datang dari Nabi saw berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, atau sifat beliau. baik yang menyandarkannya sahabat, tabi'in atau yang lain: baik sanad itu tersambung atau terputus.
Perkataan di atas tidak lain adalah sunnah Nabi Muhammad saw, akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat minas sunnati dan yang sejenis dengan itu seorang tabi’in, maka hadits yang demikian itu bukan disebut hadits marfu, tetapi disebut hadits mauquf.
. مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَوَاءً كَانَ قَوْلاً أَوْ فِعْلاً أَوْ تَقْرِيْرًا أَوْ صِفَةً
Hadits Marfu' adalah apa yang datang dari Nabi saw berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, atau sifat beliau. baik yang menyandarkannya sahabat, tabi'in atau yang lain: baik sanad itu tersambung atau terputus.
Macam-Macam Hadits Marfu'
1. Marfu Qauly Hakiki, adalah apa yang disandarkan kepada sahabt oleh Nabi tentang sabdanya, bukan perbuatan atau ketetapannya, tapi yang dikatakan dengan tegas bahwa Nabi bersabda. seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan lafadz qauliyah:
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول …… كذا
"Aku mendengar Rasulullah saw bersabda ...... begini"
Contohnya:
عن ابن عمر رضى الله عنه قال: إنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذّ بسبع و عشرين درجة
( رواه البخاري و مسلم)
"Dan dari Ibnu Umar r a berkata: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Shalat Jama'ah itu lebih Afdhal 27 tingkat daripada Sholat Sendiri." (HR. Bukhari Muslim)
2. Marfu Qauly Hukmin, adalah hadits marfu yang tidak tegas penyandaran sahabat terhadap Nabi, melainkan dengan perantara qarinahyang lain, bahwa apa yang disandarkan sahabt itu berasal dari sabda Nabi. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan kalimat:
أمرنا بكذا ……. نهينا عن كذا
"Aku diperintahkan begini ..... Aku dicegah begitu."
Contohnya:
أمر بلال ان ينتفع الأذن و يوتر الإقامة ( متفق عليه )
"Bilal diperintahkan menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqomah." (HR. Muttafaqun Alaih)
Pada contoh diatas hadits diatas dihukumkan marfu' dan karenanya hadits yang demikian itu dapat dibuat hujjah. Sebab pada hakikatnya si pemberi berita itu tidak lain kecuali Nabi saw.
3. Marfu Fi'li Hakiki, adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah saw.
Contohnya:
عن عائشة رضى الله عنها انّ رسولالله صلّى الله عليه وسلّم كان يدعوا فى الصلاة, ويقول: (اللّهمّ إنّى أعوذبك من المأثم و المغرم) (رواه البخارى)
"Dari Aisyah r.a. bahwa sesungguhnya Rasulullah saw berdoa di waktu sholat, beliau berkata: Ya Tuhanku, aku berlindung kepadamu dari dosa dan hutang." (HR. Bukhari)
4. Marfu' Fi'li Hukmi, adalah perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah
atau diwaktu Rasulullah masih hidup. Apabila perbuatan sahabat itu tidak
disertai penjelasan atau tidak dijumpai suatu qarinah yang menunjukkan
perbuatan itu dilaksanakan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan hadits
marfu melainkan dihukumkan hadits mauquf. Sebab mungkin adanya
persangkaan yang kuat, bahwa tindakan sahabat tersebut diluar
pengetahuan Rasulullah saw.
Contohnya:
قال جابر: كنّا نأكل لحوم الخيل على عهدى رسول الله (رواه النسائى)
"Jabir r.a. berkata: dulu kami makan daging kuda diwaktu Rasulullah masih hidup." (HR. An-Nasai)
5. Marfu' Taqririyah Hakiki, adalah Ialah tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
Contohnya seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a:
كنّا نصلّ ركعتين بعد غروب الشمس و كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يرانا ولم يأمرنا ولم ينهنا
"Dulu kami sholat dua rakaat setelah matahari
tenggelam, Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak
memerintahkan dan tidak pula mencegah.”
6. Marfu' Taqririyah Hukmi, adalah apabila pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.
Contohnya seperti perkataan Amru Ibnu ‘Ash r.a kepada Ummul Walad:
لا تلبسوا علين سنّة نبيّنا (رواه ابو داود)
"Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah Nami kami." (HR. Abu Daud)
Perkataan di atas tidak lain adalah sunnah Nabi Muhammad saw, akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat minas sunnati dan yang sejenis dengan itu seorang tabi’in, maka hadits yang demikian itu bukan disebut hadits marfu, tetapi disebut hadits mauquf.
Analisis
Hadits
marfu adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, tidak
dipersoalkan apakah itu memiliki sanad dan matan yang baik atau
sebaliknya. Hadits marfu itu dapat mencakup hadits mutawatir dan ahad,
dapat mencakup hadits muttashil dan ghair muttashil seperti hadits
mursal, munqathi, mu’dhal, mu’allaq, serta dapat mencakup hadits shahih,
hasan dan dha’if.
Apabila
ditinjau dari segi sanarnya, hadits marfu dapat digolongkan menjadi
tiga golongan, yaitu hadits, shahih, hasan dan dha’if . Bila sanadnya
bersambung maka dapat disifati hadits shahih atau hadits hasan
berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi. Bila sanadanya
terputus dapat disifati hadits dha’if mengikuti macam-macam putusnya
perawi. Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi dapat
diklasifikasikan menjadi marfu qauly, marfu fi’ly dan marfu taqriry.
Kehujjahan
hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan untuk menentukan
suatu hukum, karena kedua hadist ini dapat dogolongkan kepada hadits
mutawatir, sedangkan taraf kapasitas tentang benarnya hadits mutawatir
berasal dari Nabi saw adalah tertinggi atau 100 %, keshahihannya berasal
dari Nabi bersifat pasti, tidak bersifat dugaan; kerana itu
kedudukannya sebagai sumber ajaran agama Islam adalah tertinggi
ketimbang hadits-hadits lain, sedangkan hadits marfu yang dha’if tidak
dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan akidah dan hukum, kecuali yang
menjelaskan tentang berbagai keutamaan yang terkandung dalam suatu amal
yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya.
Comments
Post a Comment